MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM TERKAIT LAINNYA DI TAPANULI TENGAH


Tim monitoring kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya, dipimpin oleh Sasanti R. Suharti, melaksanakan penelitiannya di wilayah pesisir Tapanuli Tengah pada tanggal 19 û 30 Juli 2016. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari studi baseline yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Sebelum melaksanakan kegiatan penelitian, Tim dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta berkoordinasi dengan Tim dari daerah setempat yang sebagian besar adalah pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Tapanuli Tengah. Serta, sebelum Tim menuju ke lokasi penelitian, selalu didahului dengan æbriefingÆ kepada setiap anggota agar melaksanakan rencana kerja yang telah disusun dan disepakati bersama.

Tujuan dari monitoring ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya, seperti lamun dan mangrove di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah. Wilayah kerja untuk ketiga ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir pulau utama dimana terdapat banyak muara sungai dan pulau-pulau di sekitarnya.

Sebagian besar penduduk pesisir Tapanuli Tengah bermata pencaharian sebagai nelayan, sehingga sangat bergantung kepada sumberdaya laut. Namun sayang, sejak beberapa dekade belakangan ini kondisi ekosistem laut di daerah ini menjadi menurun akibatá penggunaan bom dan racun untuk menangkap ikan, dimana sebagian besar terumbu karang telah rusak dan mati. Kerusakan terumbu karang menjadi semakin parah dan sulit dihindari karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang arti penting dan fungsi terumbu karang.

Monitoring kondisi ekosistem terumbu karang pada tahun ini dilakukan di 13 stasiun pengamatan seperti pada awal studi. Pertumbuhan karang pada umumnya berupa öpatchesö yaitu bongkahan-bongkahan kecil. Sembilan stasiun menunjukkan persentase tutupan karang hidup rata-rata sekitar 20%. Persentase tutupan karang hidup yang cukup mencolok adalah dari kelompok Acropora, Non Aropora. Sedangkan, komponen lain yang memiliki tutupan yang cukup tinggi adalah karang mati yang telah ditumbuhi oleh algae (dead coral algae, DCA), patahan karang (rubble), dan lumpur berpasir. Tingginya nilai tutupan DCA dan rubble diduga karena kematian karang secara masal maupun akibat peningkatan suhu yang cukup ekstrim. Secara keseluruhan menunjukkan telah terjadi penurunan kondisi terumbu sebagai akibat dari pemutihan karang (bleaching effect), kombinasi suhu air laut yang cukup ekstrim dan sedimentasi yang tinggi. Sebagai informasi bahwa tutupan karang hidup dari seluruh stasiun monitoring di perairan Tapanuli Tengah pada tahun 2015 adalah berkisar dari 21,07% (Stasiun TPTL 02) hingga 63,2% (Stasiun TPTL 04), dengan rata-rata tutupan karang hidup sebesar 44,47%.

Keragaman jenis ikan karang di 13 stasiun pengamatan tercatat sebanyak 49 jenis ikan karang yang tergolong dalam 7 suku, yaitu Acanthuridae, Serranidae, Haemulidae, Lutjanidae, Lehtrinidae, Siganidae dan Scaridae. Jenis yang dominan adalah dari suku Scaridae, Lutjanidae, dan Siganidae. Rata-rata kepadatan ikan karang dari tujuh suku terpilih adalah 163 ekor / 350 m2 atau setara dengan 4,668 ekor per hektar.á Variasi kelimpahan antar stasiun penelitian adalah berkisar pada nilai 39 û 298 ekor /350 m2 atau 1,114 û 8,514 ekor / hektar. Rata-rata biomasa dari kelompok ikan tersebut di seluruh lokasi adalah sebesar 1,564 ton/ha. Ikan corallivora yang mayoritas diwakili oleh suku Chaetodontidae dijumpai sebanyak delapan jenis. Contoh ikan ekonomis penting dari kelompok herbivora adalah Siganus guttatus dan kelompok corallivora adalah Chaetodon trifasciatus.

Tujuh kelompok megabenthos target berhasil dijumpai di wilayah perairan Kabupaten Tapanuli Tengah tersebut, total tercatat 325 individu. Tiga kelompok megabenthos dalam jumlah dominan adalah bulu babi/echinoids, siput Drupella, dan kima.Tiga kelompok megabenthos yang memberikan indikator ekologis bagi terumbu karang, yaitu bulu babi, siput pemakan polip karang (Drupella sp), dan bintang laut berduri.

Monitoring lamun dilakukan di lima stasiun. Hasil sementara menunjukkan bahwa rata-rata tutupan lamun pada tahun 2016 adalah sebesar 26,8%, dimana lebih rendah daripada tahun lalu (2015), yaitu sebesar 27,83%. Jumlah jenis lamun tidak berubah, tetap enam jenis, yaitu Cymodocea rotundata, Cymodocea serulata, Halophylla ovalis, Halodule pinipholia, dan Enhalus acoroides.

Monitoring mangrove yang dilakukan di enam lokasi, dimana tiga lokasi berada di sepanjang Teluk Tapian Nauli. Beberapa jenis tumbuhan mangrove maupun tumbuhan asosiasi mangrove masih belum dapat diidentifikasi di lapangan. Spesimen dari dari bunga, buah, dan daun dikoleksi, serta difoto bagian batang dan akarnya, guna mengenali jenis mangrove yang dimaksudkan. Hasil sementara menunjukkan bahwa dominasi jenis diduduki oleh Rhizopora apiculata dan Rhizopora lamarckii.

Cuaca di Sibolga pada saat Tim tiba kurang bersahabat, karena adanya hujan terus-menerus selama dua hari. Menurut penduduk setempat, kondisi seperti ini sudah berlangsung tiga hari sebelum Tim datang. Kondisi cuaca menyebabkan perairan di lokasi monitoring menjadi sangat keruh. Tim dari daerah setempat menyarankan, bahwa untuk melakukan monitoring sebaiknya dilaksanakan pada saat musim kering, yaitu pada bulan April atau Mei. (Susetiono)