2005 - Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Desa Sabang Mawang, Sededap dan Pulau Tiga Kecamatan Bunguran Barat Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau

Pengidentifikasian kearifan lokal masyarakat nelayan harus lebih difokuskan pada permasalahan dalam sistem mata pencaharian hidup yang memiliki isu global dan sekaligus mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal. Daerah-daerah yang memiliki potensi terumbu karang besar seperti Kawasan Pulau tiga di Kabupaten Natuna sangat tepat menjadi fokus perhatian pengkajian ini. Penyelamatan terumbu karang saat ini menjadi isu lingkungan yang hangat dalam tataran masyarakat internasional dan memiliki korelasi yang signifikan dengan sumbermata pencaharian masyarakat setempat. Untuk itu telah dilaksanakan penelitian yang bertujuan untuk Mengkaji  dimensi  sosial  dan  budaya  dari  kearifan  lokal  masyarakat  di Kawasan Pulau Tiga dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut, mengidentifikasi kearifan lokal apa saja yang pernah dijalankan dan yang masih berlangsung dalam kehidupan masyarakat  di Kawasan Pulau Tiga, dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut hingga saat ini, mengkaji jenis-jenis kearifan lokal yang dapat menunjang penyelamatan ekosistem terumbu karang, mengkaji kemungkinan untuk menggeser atau meningkatkan status kearifan lokal masyarakat dari hukum normatif menjadi hukum legal formal (peraturan desa). mendesain pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang, yang bersumber dan berakar dari kearifan lokal masyarakat di Kawasan Pulau Tiga, menginisiasi lahirnya kearifan lokal baru untuk penyelamatan ekosistem terumbu karang.

Penelitian ini menggunakan metode survey. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari instansi pemerintah dan non pemerintah yang terkait dengan topik penelitian ini. Data primer dikumpulkan dari masyarakat nelayan, tokoh masyarakat, aparat desa, aparat kecamatan, dan aparat kabupaten. Data primer dikumpulkan dengan metode : Pengamatan tak terlibat (non participant observation), Wawancara terstruktur (kuesioner) dan Focus Group Discussion (FGD). Data kualitatif yang dikumpulkan akan dinterpretasikan dengan metode triangulasi teori, yaitu membandingkan dan memadukan  berbagai teori dalam satu bidang ilmu  dan atau lintas bidang ilmu, terutama bidang ilmu kependudukan, sosiologi, antropologi, dan perencanaan pengembangan wilayah. Data kuantitatif yang telah terkumpul dan telah ditabulasi, selanjutnya dianalisis dengan metode statistika deskriptif.

Hasil penelitian menyatakan bahwa Mayoritas penduduk di Kawasan Pulau Tiga adalah suku bangsa Melayu, beragama islam, dan mengandalkan laut sebagai sumber mata pencaharian. Masyarakat di wilayah ini tinggal di sepanjang pesisir pulau. Sehingganya pengetahuan masyarakat tentang lingkungan, teknologi tradisional, dan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan lingkungan, biasanya berkaitan dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan.

Pengetahuan tentang gejla-gejala alam memperlihatkan bahwa keberadaan alam dan lingkungan mempengaruhi pula aktivitas mereka sehari-hari, demikian pula halnya dengan pengetahuan tentang lingkungan biologis. Pengetahuan terhadap laut diperoleh secaea turun-temurun, hal-hal yang dirintis dan diketahui oleh oleh orang dahulu terhadap lingkungan yang dijadikan sebagai pegangan pada masa sekarang.

Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat di Kawasan Pulau Tiga masih bersifat tradisional, walaupun demikian pengetahuan ini dapat membentuk pola pikir dalam menanggapi alam dan sekitarnya, sehingga membentuk kearifan tradisional. Pengetahuan orang dahulu masih tetap terpelihara walau tidak seluruh pengetahuan tersebut diwarisi oleh penerusnya. Perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, dari  kehidupan tradisional menuju kehidupan modern telah menyebabkan semakin memudarnya nilai-nilai tradisional.

Sumber kearifan lokal masyarakat di Kawasan Pulau Tiga bersumber dari ajaran Islam dan kepercayaan yang berbau mistik. Prinsip-prinsip kearifan lokal mereka berbasiskan ekologi dan ekosistem. Meskipun kearifan lokal yang teridentifikasi hanya pada tataran kebiasaan (folkways), tetapi ide-ide dan nilai-nilai yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perairan laut sudah mengindikasikan adanya upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan yang dilakukan masyarakat sejak lama.

Kearifan lokal yang mengkeramatkan daerah-daerah tertentu, larangan membunuh atau menangkap hewan tertentu, penghormatan terhadap laut, pemeliharaan terumbu karang, dan penggunaan teknologi penangkapan sederhana merupakan cikal bakal pengelolaan lingkungan yang ramah lingkungan. Upaya untuk mendorong kearifan lokal yang masih berada pada tataran kebiasaan menjadi sebuah lembaga yang mapan perlu dilakukan.

Upaya yang dapat ditempuh untuk menginisiasikan sebuah Perdes pengelolaan sumberdaya perairan laut di Kawasan Pulau Tiga adalah dengan Menformulasikan suatu kelembagaan formal baru dengan mengembangkan kebiasaan (folkways) yang telah ada di dalam masyarakat, dan melegal-formalkan kelembagaan informal masyarakat lain yang cocok dengan karakteristik masyarakat setempat. Kearifan lokal masyarakat yang memiliki kesamaan karakteristik wilayah dan sumberdaya dengan wilayah kawasan Pulau Tiga adalah Lembaga-lembaga adat pengelolaan sumberdaya laut di Indonesia timur, yang mengatur hak pemanfaatan sumberdaya laut oleh masyarakat setempat. Model pengelolaan seperti ini dikenal dengan hak ulayat laut (HUL) atau sea tenure.

Poin-poin yang perlu menjadi perhatian dalam penginisiasian Perdes pengelolaan sumberdaya perairan laut adalah :

  1. Batas wilayah pengelolaan
  2. Jenis Sumberdaya, alat tangkap, dan waktu penangkapan
  3. Pemegang Hak dan Legalitas.
  4. Sanksi