Kelurahan Pulau Abang termasuk Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang letaknya sekitar 137 km sebelah selatan Kota Batam dan memiliki 62 pulau-pulau kecil yang diantaranya hanya 15 pulau saja yang berpenghuni. Batam sendiri sebagai ibu kota provinsi menjadi ikon dan barometer bagi kemajuan industri dan pembangunan di provinsi baru ini. Keluarahan Pulau Abang ini masih memiliki potensi sumberdaya laut yang besar dan dapat dikembangkan bagi kepentingan ekonomi nelayan dan pariwisata.
Terumbu Karang dan ekosistem laut lainnya yang belum rusak parah di daerah ini merupakan tempat yang subur bagi perkembangbiakan berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya. Penduduk yang mata pencahariannya sebagian besar nelayan memiliki kearifan lokal yang masih terus dipatuhi. Kebanyakan penduduk di kelurahan ini umumnya hanya memiliki pendidikan formal sampai sekolah dasar. Sarana dan prasarana yang ada untuk kesehatan, peribadatan, perekonomian, komunikasi dan transportasi masih minim.
Dengan kondisi tersebut di atas, diperlukan perencanaan kebijakan dan program pengelolaan yang dalam pelaksanaannya diterima dan didukung oleh semua pihak. Kearifan lokal yang ada perlu medapat perhatian dan menjadi acuan dalam pengembangan perikanan dan pemanfaatan sumberdaya yang adil dan lestari, sebagai amanat dari Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Kajian kearifan lokal menjadi perlu untuk diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan yang ada di daerah ini termasuk efektifitasnya dan pengaruh-pengaruh tradisi dan globalisasi/modernisasi terhadap nilai-nilai budaya lokal dan sumberdaya alam seiring dengan kemajuan teknologi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menginventarisir kearifan lokal, pengaruhnya bagi masyarakat, masalah yang timbul dalam pembangunan dan bagaimana penentuan strategi bagi kelanggengan eksistensinya.
METODOLOGI
Metodologi penelitian ini dilaksanakan dengan pengumpulan data primer dan skunder baik kuantitatif maupun kualitatif dari pemangku kepentingan (stakeholder), melalului diskusi, wawancara mendalam dan pertanyaan-pertanyaan.
Analisa data dilakukan secara induktif yang dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit dan secara deskriptif yang memberikan gambaran dalam bentuk laporan dan penampilan tabel-tabel.
HASIL
Hasil kajian ini mengungkapkan mengenai tradisi/adat, budaya, kearifan lokal dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kelurahan Pulau Abang yang kebanyakan penduduknya adalah suku Melayu yang beragama Islam.
Perilaku kehidupan yang masih terus dipertahankan adalah pemberian nama bayi, khitanan, pendirian rumah, berduka cita, belah kampung dan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Pola kehidupan masyarakat adalah sederhana misal rumah umumnya terbuat dari bahan kaju dengan atap asbes dan lantai papan, kebutuhan air bersih diperoleh dari sumur/kolam dan penerangan dengan listrik yang terbatas. Kegiatan perikanan di daerah ini umumnya menggunakan kapal motor tempel kecil (pompong) yang dimiliki sendiri.
Penangkapan ikan biasanya dilakukan hampir sepanjang tahun di daerah perairan pantai dengan menggunakan alat tangkap yang bervariasi seperti pacing, jaring karang, kelong dan bubu. Penggunaan alat tangkap disesuaikan musim dengan memperhatikan tradisi dan kearifan lokal. Nelayan di daerah ini seperti halnya di wilayah Kepulauan Riau pada umumnya, masih mempunyai ketergantungan tinggi kepada ô taukeö untuk menjual ikan dan untuk memenuhi kebutuhan operasional penangkapan ikan dan kebutuhan hidup sehari-hari.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kelurahan Pulau Abang ini dilandasi prinsip agama dan kearifan lokal yaitu tidak serakah, tidak membahayakan dan tidak merugikan pihak lain seperti penggunaan racun/sianida, bahan peledak/bom dan trawl. Dalam pelaksanaan perikanan terdapat toleransi tinggi, saling menghargai dan menghormati di antara para nelayan. Ada ketentuan keseragaman alat tangkap yang dipergunakan dalam musim tertentu. Lokasi yang dianggap ôangkerö sudah tidak dihiraukan lagi dan sekarang dikunjungi serta dimanfaatkan sebagai tempat menangkap ikan dan memetik kelapa. Pembebasan larangan pukat bilis di suatu daerah dengan sistem kompensasi masih dipertentangkan karena keuntungannya tidak seimbang dengan kerusakan yang ditimbulkannya.
Kearifan lokal dan tradisi penangkapan ikan ramah lingkungan yang masih dipertahankan antara lain ômemancing sotong (nyomek) ô dan penggunaan ôkelongö untuk menangkap ikan dingkis. Keduanya memiliki criri-ciri khusus peralatan dan tatacara dalam pelaksanaannya. Menyomek dilakukan pada malam hari di musim sotong yaitu musim barat. Pelaksanaannya harus disiplin, terampil dan tertib. Mengenai areal penempatan kelong tidak sembarangan, harus memiliki kesepakatan diantara pemiliknya. Kepemilikan lokasi kelong bersifat hak guna pakai individu yang bisa turun-temurun dan bisa dijualbelikan atau disewakan.
Tradisi dan kearifan lokal yang ada, sekarang sudah tidak kental lagi dipatuhi seluruhnya. Namun pengaruhnya telah menimbulkan rasa kesadaran tinggi di kalangan masyarakat terhadap perlunya menjaga kelestarian sumberdaya perikanan khususnya terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya sebagai tumpuan matapencaharian mereka. Semua kondisi tersebut di atas diharapkan dapat mendukung program kerja COREMAP dalam upaya pelestarian terumbu karang di daerah ini.
REKOMENDASI
ò Perlu pembinaan dan pelestarian kearifan lokal
ò Pemerintah diharapkan membuat tanda batas wilayah penangkapan agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang menimbulkan keresahan masyarakat
ò Diharapkan Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian (DKP2) Kota Batam berupaya memberikan bantuan usaha kepada kelompok nelayan dalam rangka peningkatan taraf hidupnya
ò Perlu langkah penyelesaian benturan pelaksanaan program dalam pemberdayaan masyarakat oleh Dana Amanah Kota Batam.