Program COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 Fase, kini telah memasuki Fase II. Pada Fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru yang pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah Kabupaten Nias selatan, yang secara administratif masuk ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Adapun lokasi tersebut adalah kawasan Hibala, Kecamatan Pulau-Pulau Batu, meliputi: Desa Bawonifaoso, Desa Sialema, Desa Eho, Desa Hilioro Mao, Desa Tuwaso, dan Desa Duru.
Kabupaten Nias Selatan secara geografis berada di Samudera Hindia sehingga perairan di kepulauan ini mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air yang sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di Samudera Hindia. Topografi perairannya agak landai hingga sekitar 25-50 m dari pantai, lalu langsung curam baik di sisi Samudera Hindia maupun pada sisi yang menghadap daratan Sumatera.
Mata pencaharian masyarakat Pulau Nias umumnya sebagai petani dan nelayan. Namun pekerjaan sebagai petani (terutama cengkeh dan kelapa) terlihat lebih dominan. Kegiatan memelihara binatang peliharaan, terutama babi juga banyak dijumpai di Pulau Nias.
Sebagai lokasi baru COREMAP, untuk studi baseline ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para ôstakeholderö dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat bebe-rapa transek permanen di masing-masing lokasi, agar kondisinya bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan memiliki arti penting sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
Kegiatan penelitian di lapangan dilakukan pada bulan September 2008, melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI Jakarta, dan beberapa staf dari CRITC daerah.
Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel dilakukan, terlebih dahulu ditentukan peta sebaran terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta sementara (tentatif) yang diperoleh dari hasil inter-pretasi data citra digital Landsat 7
Enhanced Thema-tic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titik-titik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut.
HASIL Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data. Hasil dan pembahasannya adalah sebagai berikut:
- Luasan terumbu karang yang meliputi ôfringing reefö dan ôpatch reefö di sekitar Pulau-Pulau Batu 379,5 ha dan panjang pantainya 53.025 m.
- Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 27 jenis karang batu yang termasuk dalam 8 suku.
- Dari pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 16 stasiun dijumpai persentase tutupan karang hidup antara 5,56 % - 43,97 %, dengan rerata persentase tutupan karang hidup 25,39%.
- Dari pengamatan terumbu karang dengan metode LIT yang dilakukan di 3 stasiun dijumpai persentase tutupan karang hidup antara 6,83% - 12,47 % dengan rerata persentase tutupan karang hidup 9,39%.
- Hasil penilaian dari studi baseline (T0) dicatat rata-rata tutupan karang hidup (LC) sebagai berikut :
T0 (2007): 9,39 %
- Pertumbuhan karang (rekruitmen) didominasi oleh jenis Acropora sp, Montipora sp, Porites sp. dan Pocillopora sp., dengan diameter < 5 cm.
- Kelimpahan biota megabentos Acanthaster planci hanya ditemukan 1 individu saja.
- Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) sebesar 9 individu dan Diadema setosum yang lebih banyak dijumpai dibanding megabentos lainnya yaitu 638 individu/140m2. Demikian juga dengan kima (Giant clam) yang memiliki nilai ekonomis penting masih dijumpai, dimana untuk yang berukuran besar (panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 3 individu/140m2, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 2 individu/140m2. Teripang (Holothurian) dimana yang berukuran besar (panjang > 20cm) dijumpai 2 individu/140m2 saja, sedangkan yang berukuran kecil tidak ditemukan di lokasi ini.
- Untuk Gastropoda dari jenis Drupella sp. ditemukan sebesar 3 individu/140m2.
- Dari hasil pengamatan ikan karang yang dilakukan di 3 stasiun transek permanen dicatat 165 jenis ikan karang yang termasuk 27 suku.
- Kelompok ikan major mendominasi lokasi pengamatan dimana 6 jenis ikan kategori major masuk dalam 10 jenis yang memiliki kelimpahan tertinggi. Dascylus reticulatus, menempati urutan rata-rata tertinggi yaitu 40 individu. Kemudian diikuti oleh jenis ikan Caesio xanthonota dari kelompok ikan target dengan kelimpahan 27 individu.
- Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari hasil ôUVCö di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (Suku Lutjanidae) sebesar 49 individu. Ikan kerapu (Suku Serranidae) sebesar 10 individu.
- Ikan kepe-kepe (suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan Indikator untuk menilai kondisi terumbu karang memiliki kelimpahan cukup tinggi yakni sebesar 50 individu dan menempati urutan ke enam dari 26 suku yang ada. dimana jenis Heniochus varius dan Chaetodon trifasciatus merupakan dua jenis yang cukup dominan pada daerah transek pengamatan.
- Ikan karang jenis Acanthurus lineolatus dan Zanclus cornutus merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan. Kedua jenis ini mempunyai frekwensi kehadiran relatif sebesar 73 % dan 60 %.
SARANDari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:
- Kesimpulan yang diambil mungkin tidak seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi terumbu karang di daerah Hibala, Kecamatan Pulau-Pulau Batu secara menyeluruh. Jumlah stasiun yang diambil untuk transek permanen (penelitian karang, megabentos dan ikan karang) yang jumlahnya 3 stasiun juga masih sangatlah sedikit. Hal ini dikarenakan faktor cuaca dan waktu penelitian yang sangat terbatas. Untuk itu sebaiknya jumlah stasiun transek permanen bisa ditambahkan pada penelitian selanjutnya.
- Adanya peristiwa gempa bumi yang disusul dengan gelombang tsunami di daerah Aceh dan Nias pada 26 Desember 2004 dan gempa bumi di Nias tanpa tsunami pada Maret 2005 telah mengakibatkan kerusakan parah pada terumbu karang di lokasi ini. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui kondisi terumbu karang dan potensi pemulihannya setelah kejadian gempa dan tsunami tersebut.
- Secara umum, kualitas perairan di lokasi yang diteliti, dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Hal ini terbukti dengan adanya rekrutmen anakan karang. Keadaan seperti ini perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu karang dan biota lainnya. Pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari.
- Dengan meningkatnya kegiatan di darat sekitar Kecamatan Pulau-Pulau Batu khususnya Hibala, pasti akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali (pemantauan) di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para östakeholderö dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari, dan untuk bahan evaluasi bagi keberhasilan program COREMAP.