2008 - Baseline Studi Terumbu Karang Di Lokasi Daerah Perlindungan Laut (DPL) Kab. Biak Numfor

Program COREMAP telah terlaksana sampai ke Fase II. Dalam Fase sebelumnya banyak kegiatan yang telah dilakukan untuk mengamati kondisi karang dan ekosistem terumbu karang, apakah itu ke arah yang lebih baik ataupun semakin buruk. Metode-metode pemantauan telah dilakukan dan diuji coba dalam kegiatan studi baseline maupun monitoring terumbu karang di lokasi-lokasi COREMAP.  Metode-metode yang dipakai disesuaikan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode tersebut, masing-masing mempunyai kekurangan maupun kelebihan. Metode ôRapid Reef Resources Inventoryö (RRI), dapat dipakai untuk pemantauan suatu area terumbu karang yang luas dalam waktu yang singkat, namun kekurangannya terletak pada daya visualisasi si pengamat. Metode pemantauan dengan ôLine Intercept Transectö dianggap terlalu ilmiah, dan kurang tepat untuk menjawab perubahan yang terjadi di suatu area terumbu karang yang luas, karena hanya terpatok pada lokasi transek permanen saja. Namun untuk menjawab keanekaragaman karang, metode ini lebih cocok. Untuk keperluan manajemen terumbu karang, dan untuk menjawab naik maupun turunnya persentase tutupan ataupun kehadiran karang hidup, yang dipantau di suatu lokasi yang luas dalam waktu yang singkat digunakan metode ôPoint Intercept Transectö (PIT). Metode ini diujicobakan di lokasi-lokasi konservasi yang dipatok oleh masyarakat desa setempat, yaitu di lokasi daerah perlindungan laut (DPL). Metode ini lebih sederhana tapi terukur, karena dapat menghasilkan persentase tutupan kehadiran karang hidup dalam waktu yang singkat dan mencakup area yang luas. Diharapkan masyarakat setempat yang diwakili oleh staf CRITC daerah dapat melakukan sendiri monitoring kondisi terumbu karang di masing-masing lokasi DPL, yang sudah diawali dengan studi baseline di lokasi yang sama oleh staf CRITC pusat.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk melakukan studi baseline ekologi di lokasi Daerah Perlindungan Laut (DPL), yang meliputi pengamatan di bidang Sistem Informasi Geografis (SIG), kondisi karang, ikan karang dan megabentos membuat plot transek permanen untuk keperluan pemantauan diwaktu mendatang. Data yang dikumpulkan dipakai sebagai data dasar, dan acuan untuk pemantauan di lokasi yang sama pada waktu mendatang.


HASIL

Pengamatan yang dilakukan di 46 lokasi transek dari 21 DPL di Kabupaten Biak Numfor diperoleh hasil sebagai berikut:
  • Lokasi DPL seluruhnya terletak di ujung tubir rataan terumbu karang yang menempel pada pulau. DPL Pulau Wundi merupakan DPL terluas dengan luas 70,99 ha, dan yang terkecil terdapat di DPL Anggaduber (1,04 ha).
  • Dari hasil pengamatan di 21 lokasi DPL, diperoleh jenis karang batu sebanyak 115 jenis yang mewakili 15 suku.
  • Jumlah jenis terbanyak dijumpai di DPL Mios Manguandi (BIAP29, BIAP30 dan BIAP31), sebanyak 28 jenis yang mewakili 10 suku dan lokasi yang sedikit jumlah jenis karang batu adalah DPL Nurwar yaitu 1 jenis yang mewakili 1 suku.  
  • Dari 46 transek yang dilakukan di 21 lokasi DPL, dicatat bahwa biota megabentos didominasi oleh karang jamur (CMR) Fungia spp.,  diikuti oleh bulu babi (Diadema setosum), dan Drupella sp.
  • Jumlah individu megabentos tertinggi terdapat di DPL Samberpasi (BIAP36 dan BIAP37), sebanyak 202 individu, dan yang terendah di DPL Desa Nurwar (BIAP1 dan BIAP2) yaitu, 7 individu.
  • Hasil sensus visual di 21 lokasi DPL, dicatat total jumlah jenis dan jumlah individu ikan karang 301 jenis (32 suku), 23.201 individu dengan perincian: ikan major 150 jenis, 14.442 individu; ikan target 118 jenis, 6.606 individu dan ikan indikator 33 jenis, 2.153 individu.
  • Kelompok ikan indikator yang dicatat dalam pengamatan ini, hanya Hemitaurichthys polylepis (suku Chaetodontidae) yang memiliki jumlah individu yang sangat dominan, yaitu sebanyak 813 individu. Jenis ini banyak ditemukan pada lokasi DPL Pulau Wadibu.
  • Untuk kelompok ikan major, yang memiliki jumlah jenis maupun jumlah individu terbanyak dalam pengamatan ini, berturut-turut didominasi oleh Chromis ternatensisi, yaitu sebanyak 2.120 individu dengan nilai presentase kehadiran sebesar 50,00 %, diikuti Acanthochromis polyacanthus, 1.250 individu (54,35%) dan Chromis margaritifer 1.083 individu (67,39%).
  • Dari kelompok ikan target, Naso brevirostris (suku Acanthuridae) adalah jenis yang sangat dominan, yaitu sebanyak 1.537 individu. Jenis ini banyak ditemukan pada lokasi DPL di Pulau Rubras Besar, yang dicatat sebanyak 1.400 individu. Sedangkan untuk jenis Pterocaesio tile (suku Caesionidae), dicatat sebanyak 615 individu, dengan kelimpahan teringgi ditemukan di lokasi DPL Desa Nurwar dan Desa Saribra, masing-masing 180 individu dan 110 individu.

SARAN

Perlu adanya keseragaman kriteria dalam penentuan batas-batas, luasan suatu DPL, dengan memperhitungkan kondisi geografi, batimetri dan kondisi pantai maupun pesisir lainnya, seperti kondisi pesisir pantai yang landai atau terjal. Hal ini disebabkan karena penarikan batas wilayah DPL pada daerah ini dimulai pada ujung tubir hingga ke arah garis pantai sejajar dengan lebar rataan terumbu. Berbeda halnya dengan DPL lainnya yang wilayahnya ditentukan hanya pada wilayah tubir dan sejajar mengikuti bentuk tubir. Keberadaan DPL hendaknya dapat mewakili keseluruhan desa secara merata di Kabupaten Biak Numfor. Kondisi seperti ini sangat berpengaruh terutama dalam lebar atau sempitnya terumbu yang berpengaruh langsung pada zonasi karang.