
Kabupaten Buton termasuk kedalam wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara. Memiliki 17 kecamatan, tujuh diantaranya termasuk ke dalam lokasi COREMAP, yaitu kecamatan Mawasangka, Kadatuang, Siompu, Wabula, Siontapina, Talaga dan Lasalimu. Secara geografis kabupaten ini terletak pada 4,96
o LS - 6,25
o LS dan 120
o BT û 123,34
o BT, dengan luas wilayah daratan 2.488,71 km
2 dan wilayah perairan laut 21.054,69 km
2 dengan potensi perikanan yang menjanjikan.
Program COREMAP telah terlaksana sampai ke Fase II. Banyak program kegiatan telah dilakukan untuk mengamati perkembangan kondisi karang dan ekosistem terumbu karang, apakah semakin baik atau semakin buruk. Metode-metode pemantauan telah dilakukan dan diuji coba dalam kegiatan studi baseline maupun monitoring terumbu karang di lokasi-lokasi COREMAP. Metode-metode yang dipakai disesuaikan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode tersebut, masing-masing mempunyai kekurangan maupun kelebihan. Metode ôRapid Reef Resources Inventoryö (RRI), dapat dipakai untuk pemantauan suatu area terumbu karang yang luas dalam waktu yang singkat, namun kekurangannya terletak pada daya visualisasi si pengamat. Metode pemantauan dengan ôLine Intercept Transectö (LIT) dianggap terlalu ilmiah, dan kurang tepat untuk menjawab perubahan yang terjadi di suatu area terumbu karang yang luas, karena hanya terpatok pada lokasi transek permanen saja. Namun untuk menjawab keanekaragaman karang, metode ini lebih cocok. Untuk keperluan manajemen terumbu karang, dan untuk menjawab naik maupun turunnya persentase tutupan ataupun persentase jumlah individu karang hidup, yang dipantau di suatu lokasi yang luas dalam waktu yang singkat digunakan metode ôPoint Intercept Transectö (PIT). Metode ini diujicobakan di lokasi-lokasi konservasi yang dipatok oleh masyarakat desa setempat, yaitu di lokasi Daerah Perlindungan Laut (DPL). Metode ini lebih sederhana tapi terukur, karena dapat menghasilkan persentase jumlah individu karang hidup dalam waktu yang singkat dan mencakup area yang luas. Diharapkan masyarakat setempat yang diwakili oleh staf CRITC daerah dapat melakukan sendiri monitoring kondisi terumbu karang di masing-masing lokasi DPL, yang sudah diawali dengan studi baseline di lokasi yang sama oleh staf CRITC pusat.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk melakukan studi baseline ekologi di lokasi DPL yang meliputi pengamatan di bidang Sistem Informasi Geografis (SIG), kondisi karang, ikan karang dan megabentos, membuat plot transek permanen untuk keperluan pemantauan di waktu mendatang.
HASILDari pengamatan yang dilakukan di 27 lokasi transek dari 14 DPL di Kabupaten Buton diperoleh hasil sebagai berikut :
- Lokasi DPL seluruhnya terletak di ujung tubir rataan terumbu karang yang menempel pada pulau. DPL Wabula & Wasampela merupakan DPL terluas, yaitu 458,91 ha. Sedangkan yang relatif kecil adalah DPL Lampanairi, yaitu 4,84 ha.
- Dari hasil pengamatan diperoleh jenis karang batu di 14 lokasi DPL sebanyak 111 jenis yang mewakili 15 suku.
- Jumlah jenis terbanyak ditemukan di DPL Gereak Makmur sebanyak 36 jenis yang mewakili 9 suku dan lokasi yang sedikit jumlah jenis karang batu adalah DPL Kumbewaha, yaitu 12 jenis yang mewakili 7 suku.
- Persentase jumlah individu karang batu tertinggi untuk marga Acropora yaitu 62% dengan jumlah individu sebanyak 31 individu yang ditemukan di stasiun BTNP11 (Desa Gerak Makmur). Karang batu Non - Acropora tertinggi yaitu 56% dengan jumlah individu sebanyak 28 individu yang ditemukan di stasiun BTNP20 (Desa Waonu). Komponen persentase jumlah individu tertinggi lainnya yaitu karang mati beralga (DCA) yaitu 52% dengan jumlah individu sebanyak 26 yang ditemukan di stasiun BTNP4 yang terletak di Desa Sampoabalo.
- Dari 27 transek yang dilakukan di 16 lokasi DPL, dicatat bahwa biota megabentos didominasi oleh karang jamur (CMR) Fungia spp. dan bulu babi (Diadema setosum). Biota CMR tertinggi ditemukan di stasiun BTNP11 yang terletak di Desa Tongali Kecamatan Siompu, sebesar 179 individu/transek, sedangkan di stasiun BTNP25 (Desa Sampoabalo) sama sekali tidak ditemukan. Untuk Diadema setosum, kelimpahan tertinggi dicatat di stasiun BTPN13 (Desa Lampanairi) sebanyak 41 individu/transek) dan di stasiun. BTNP8 (Desa Wakinamboro) sebanyak 27 individu/transek.
- Dari hasil sensus visual di 27 stasiun transek, dicatat total jumlah jenis dan jumlah individu ikan karang 223 jenis / 12023 individu dengan perincian: ikan major 130 jenis / 940
- individu, ikan target 75 jenis / 2178 individu dan ikan indikator 18 jenis / 449 individu.
- Dari 18 jenis ikan indikator yang ditemukan, Chaetodon kleini dicatat memiliki jumlah individu yang tertinggi, yaitu sebanyak 176 individu. Jenis ini ditemukan di 24 stasiun transek dari 27 stasiun transek yang iamati. Kemudian diikuti oleh Heniochus varius (61 individu) yang ditemukan pada 16 stasiun transek.
- Untuk kelompok ikan major yang merupakan kelompok dengan jumlah jenis maupun jumlah individu terbanyak, Odonus niger dari suku Balistidae adalah jenis yang hadir dengan jumlah individu tertinggi, yaitu sebanyak 3628 individu. Jenis ini ditemukan cukup melimpah pada stasiun BTNP27 (Desa Kumbewaha), yaitu sebanyak 800 individu. Tempat kedua diwakili oleh Pomacentrus moluccensis, jenis ini hadir dengan total individu sebanyak 536 individu.
- Dari kelompok ikan target, dicatat ada 3 jenis yang dominan dari suku Caesioniidae, yaitu Pterocaesio teres (235 individu), Caesio pisang dan Pterocaesio tile masing-masing 170 individu. Sebaran ketiga jenis ini tidak merata di semua lokasi transek, namun kelimpahannya di bebarapa lokasi mencapai nilai 100 individu, seperti yang dicatat di stasiun BTNP21, (170 individu) untuk Pterocaesio tile dan stasiun BTNP22 (100 inidividu dan 130 individu) untuk Caesio pisang dan Pterocaesio teres.
SARANPerlu adanya keseragaman kriteria dalam penentuan batas suatu DPL, dengan memperhitungkan kondisi geografi, batimetri dan kondisi pantai maupun pesisir lainnya, seperti kondisi pesisir pantai yang landai atau terjal, mengingat ada DPL yang luas dan ada yang sempit. Hal ini disebabkan karena penarikan batas wilayah DPL pada daerah ini dimulai pada ujung tubir hingga ke arah garis pantai sejajar dengan lebar rataan terumbu. Berbeda halnya dengan DPL lainnya yang wilayahnya ditentukan hanya pada wilayah tubir dan sejajar mengikuti bentuk tubir. Keberadaan DPL hendaknya dapat mewakili keseluruhan desa secara merata di Kabupaten Buton.