Metode PIT, merupakan salah satu metode yang dikembangkan untuk memantau kondisi karang hidup dan biota pendukung lainnya di suatu lokasi terumbu karang dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang cepat (Hill & Wilkinson, 2004). Metode ini dapat digunakan di daerah (Kabupaten) yang ingin mengetahui kondisi terumbu karang di daerahnya untuk tujuan pengelolaan. Suatu daerah yang ingin mengelola terumbu karangnya tentu ingin mengetahui terumbu karangnya yang rusak, dan terumbu karangnya yang masih sehat untuk kepentingan pengelolaannya. Metode ini dapat memperkirakan kondisi terumbu karang di daerah berdasarkan persen tutupan karang batu hidup dengan mudah dan cepat. Secara teknis, metode Point Intercept Transect (PIT) adalah cara menghitung persen tutupan (% cover) substrat dasar secara acak, dengan menggunakan tali bertanda di setiap jarak 0,5 meter atau juga dengan pita berskala (roll meter).
Di Daerah Perlindungan Laut (DPL) COREMAP II World Bank, data baseline ekologi terumbu karang ditentukan dengan metode Point Intercept Transect (PIT), untuk mengakses kondisi terumbu karang berdasarkan persen tutupan karang batu hidup, yang dapat dilakukan oleh seorang yang bukan ahli karang dengan mudah dan cepat. Metode ini digunakan di DPL oleh tim CRITCûLIPI, kemudian disosialisasikan ke CRITC daerah, karena untuk pemantauan kondisi terumbu karang di DPL selanjutnya akan dilakukan oleh tim CRITC daerah yang bersangkutan.
Tujuan dan kegunaan
Metode PIT digunakan untuk menentukan komunitas bentos sesil (biota yang hidup di dasar atau melekat di dasar perairan) di terumbu karang berdasarkan bentuk pertumbuhan dalam satuan persen, dengan jalan mencatat jumlah biota bentik yang ada pada masing-masing titik di sepanjang garis transek (25m). Kategori biota dan substrat yang dicatat dapat dilihat dalam Tabel 1. Metode PIT ditetapkan dan digunakan untuk memonitor kondisi terumbu karang secara detail dengan meletakkan transek permanen di lokasi Daerah Perlindungan Laut (DPL). Pemilihan lokasi transek permanen berdasarkan keterwakilan dalam suatu luasan DPL sebagai contoh, bila luas area DPL < 200 m2, dapat dibuat satu transek, bila luasnya 300 m2, dibuat 2 transek. Posisi garis transek sejajar dengan garis pantai. Posisi geografi masing-masing lokasi transek harus ditentukan dengan GPS.