2009 - Kajian Perlindungan Penyu Di Kabupaten Bintan

A.    PENDAHULUAN

Secara internasional penyu termasuk hewan yang terdaftar pada CITES dalam Appendiks I sehingga penyu terlarang untuk segala pemanfaatan dan perdagangannya. Secara nasional, organisme ini dilindungi seperti amanatkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, bahwa penyu hijau berikut bagian-bagiannya termasuk telurnya merupakan satwa yang dilindungi oleh Negara.

Kabupaten Bintan, sebagai bagian dari lokasi program COREMAP dimana mengemban misi pelestarian kehidupan bahari, sudah selayaknya mengupayakan perlindungan terhadap habitat dan populasi penyu. Upaya perlindungan dapat dilakukan dengan mencadangkan daerah perlindungan dan melakukan pengelolaan penyu serta penyadaran masyarakat.

Dipihak lain, masyarakat Kabupaten Bintan, khususnya di Kepulauan Tambelan, mereka telah berpuluh-puluh tahun memanfaatkan penyu terutama dengan mengambil telurnya. Penegakan aturan pelarangan pengambilan telur penyu akhir-akhir ini oleh pemerintah ternyata telah menimbulkan konflik dalam masyarakat. Salah satu pendekatan untuk menyelesaikan masalah ini adalah mengalihkan bentuk pemanfaatan penyu yang bersifat ekstraktif ke bentuk non ekstraktif. Dengan kata lain, memanfaatkan untuk kepentingan (eko) wisata, pendidikan, dan penelitian. Pendekatan ini akan menyeimbangkan antara kepentingan perlindungan dan pemanfaatan terbatas sehingga upaya ini lebih dapat diterima oleh masyarakat.

Namun demikian, untuk mengimplementasi hal diatas masih terganjal ketiadaan basis data yang memadai untuk menggambarkan kondisi dan sebaran habitat serta populasi penyu terkini di Kabupaten Bintan. Oleh karena itu, usulan kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan kajian perlindungan penyu dimana pada tahap awal melakukan pengumpulan data secara ilmiah. Selanjutnya, hasil ini diharapkan dapat menjadi acuan Pemerintah daerah Bintan dalam menentukan kebijakan mengenai upaya perlindungan di Kepulauan Bintan.

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yakni mulai dari bulan Juli รป September 2009. Lokasi penelitian pada studi ini adalah di Kabupaten Bintan. Dengan lokasi pengamatan sebanyak 17 stasiun, dengan rincian 14 stasiun berada di Kepulauan Tambelan dan 3 stasiun berada di Pulau Bintan bagian Timur.

Metode pengambilan data dilakukan melalui beberapa pendekatan yakni: wawancara dengan masyarakat  dilakukan dengan dua cara. Pertama, mengadakan pertemuan dan diskusi langsung dengan masyarakat pemangku kepentingan, (Forum Group Discussion), kedua dengan wawancara perorangan. FGD dilakukan di ruang pertemuan Kantor Kecamatan Tambelan. Wawancara perorangan dilakukan terhadap informan terpilih yaitu informan yang berpengetahuan banyak tentang penyu di daerahnya dan dengan informan pelaku pemanfaat penyu yaitu pemilik lahan, penjaga, pedagang telur penyu, atau masyarakat umum yang terkait. Metoda wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas-mendalam, tak berstruktur, dan wawancara terstruktur (Quisioner)

Analisis data yang diperoleh selama tinjauan lapangan, dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SIG. Data ini diolah dan dianalisa menjadi peta tematik lokasi habitat penyu yang kemudian di overlay menjadi peta rencana zonasi kawasan perlindungan penyu, yang terdiri atas fitur-fitur berupa berupa garis pantai (line), maupun kotak (polygon).


B.    HASIL

Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data. Hasilnya adalah sebagai berikut:

  • Praktek pemanfaatan telur penyu di Kabupaten Bintan, terutama di Kepulauan Tambelan, telah dilakukan sejak lama mulai dari zaman sebelum kemerdekaan, era pemerintahan datok sampai saat ini. Jenis telur penyu yang di manfaatkan adalah dari jenis penyu Hijau (Chelonia mydas) dan penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) penduduk Tambelan biasa menyebut penyu Hijau dengan sebutan Penyu Daging atau Penyu saja, sedangkan untuk penyu Sisik, mereka menyebutnya Sisik.
  • Terdapat 32 Pulau secara resmi memberikan Konstribusi hasil pengelolaan pemanfaatan telur penyu sebelum adanya pelarangan perburuan penyu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 392/menhut-II/2006 yang dikeluarkan Tahun 2006.
  • Jalur perdagangan telur penyu dikirim keluar Tambelan terutama ke Sarawak (Kuching), Malaysia melalui jalur Singkawang, Pontianak,Kalimantan barat, dan Singapura melalui jalur TanjungPinang (Kepulauan Riau).
  • Keberatan penyu di lokasi studi terkonfirmasi dengan ditemukannya tanda-tanda kehadiran penyu seperti bekas jejak, sarang, cangkang telur penyu, dan tukik.
  • Hasil peninjauan lapangan menemukan 357 sarang penyu yang terdiri atas 320 sarang Penyu Hijau dan 37 sarang penyu Sisik dimana 11 diantaranya terdapat di Pulau Bintan bagian Timur dan sekitarnya.
  • Kepulauan Tambelan merupakan lokasi utama peneluran penyu di Kabupaten Bintan. Rata-rata telur yang dihasilkan per ekor penyu di Kepulauan Tambelan untuk Penyu Hijau adalah 101 butir per ekor, sedangkan Penyu Sisik adalah 153 butir per ekor. 
  • Estimasi total hasil pemanenan telur di seluruh Kepulauan Tambelan berkisar antara bulan Mei hingga Juli, sedangkan Penyu Sisik antara Maret hingga Mei.
  • Kondisi pantai lokasi peneluran Penyu umumnya landai, berpasir putih dengan panjang pantai pendek, dan lebar pantai berubah secara musiman sepanjang tahun.
  • Prekwensi Relatif Jumlah sarang penyu di Kabupaten Bintan 5 pulau urutan teratas adalah pulau Kepala Tambelan, P. Wie, P. Genting, P. Lintang dan P. Nangka. Lokasi yang mempunyai nilai tinggi sebagai habitat dan peneluran penyu adalah Pulau Lintang, Kepala Tambelan, jelak, Wie, dan Menggirang Besar.
  • Dari 17 Lokasi Pengamatan hasil scoring habitat penyu ditinjau dari aspek kondisi biologis, fisik, dan social ekonomi menunjukkan bahwa Pulau Lintang , P. Kepala Tambelan, P. Jelak dan P. Wie merupakan empat pulau teratas dengan total skor tertinggi.
  • Berdasarkan hasil interpretasi SIG (Sistem Informasi Geografis) dan data hasil scoring habitat penyu di Kabupaten Bintan maka arahan zonasi Kawasan untuk pengelolaan dan perlindungan penyu adalah sebagai berikut :
  1. Zona perlindungan Penyu dengan luas 33.566,60 ha berada di Kecamatan Tambelan. Berfungsi sebagai kawasan perlindungan penuh terhadap habitat penyu dengan penetasan alami.

  2. Zona Penangkatan Penyu dengan luas 24.266 ha berada di Kecamatan Tambelan. Berfungsi sebagai kawasan penangkaran semi alami dan stasiun monitoring penyu.

  3. Zona Pemanfaatan Terbatas dengan luas 23.785,89 ha berada di Pulau Bintan bagian timur dan Desa Mapur. Berfungsi sebagai lokasi penangkaran, kantor pengelolaan konservasi penyu dan taman ekowisata penyu.

  • Arahan kebijakan pengelolaan dan perlindungan penyu pada jangka pendek perlu adanya Pengelolaan dan perlindungan Penyu Berbasis Masyarakat. Pada jangka menengah perlu pengembangan penangkaran penyu dan ekowisata berbasis perlindungan penyu dan pada jangka panjang diharapkan pengelolaan dan perlindungan penyu telah menggunakan sistem zonasi secara penuh.