2010 - Kajian Pengembangan Lokasi COREMAP II Kota Batam Menjadi Sentra Perikanan

Dinamika pembangunan, termasuk pembangunan perikanan dari waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan berkembang semakin kompleks. Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan lingkungan maka strategi pengembangan sistem dan usaha agribisnis perikanan sudah waktunya ditingkatkan menjadi strategi yang menterpadukan pengembangan strategi agribisnis perikanan dengan pendekatan wilayah. Sebahagian negara besar dengan berbagai produk perikanan unggulan di setiap daerah, maka pengembangan ekonomi berbasis perikanan yang berorientasi pada pembangunan agribisnis perikanan perlu terus ditingkatkan karena diyakini dapat memperkokoh perekonomian bangsa Indonesia serta menjamin pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Basis pembangunan adalah pembangunan perdesaan. Oleh karena itu pembangunan perdesaan pada daerah-daerah pemasok hasil produksi perikanan (daerah, sentra produksi) melalui pengembangan Daerah Pusat Pertumbuhan (DPP) perlu lebih dimantapkan agar memiliki ketahanan yang lebih kuat, mengingat fungsi daerah perdesaan sangat penting, terutama dalam hal : penyedia bahan pangan untuk penduduk, penyedia tenaga kerja untuk pembangunan, penyedia bahan baku untuk industri, serta penghasil komoditi untuk ekspor ke luar negeri. Salah satu program yang dapat diterapkan adalah pengembangan kawasan setra perikanan yang dilakukan pada daerah pemasok hasil produksi perikanan sehingga pembangunan perikanan di desa-desa hinterland dapat mendukung DPP.

Suatu kawasan sentra perikanan yang sudah berkembang memiliki ciriciri sebahagian besar masyarakat memperoleh pendapatan dari kegiatan perikanan, kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan perikanan, atau agribisnis terutama di dalamnya usaha industri (pengolahan) perikanan, terjadi perdagangan hasil-hasil perikanan termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor, tersedianya sarana perikanan dan permodalan, berkembangnya agrowisata perikanan dan jasa pelayanan.

Kawasan sentara perikanan mengembangkan usaha perikanan dan produk olahan skala rumah tangga, sebaliknya Daerah Pusat Pertumbuhan (Kota Batam) menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha perikanan tersebut seperti penyediaan sarana perikanan, modal, teknologi, informasi, pengolahan hasil dan penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk perikanan. Dengan demikian hubungan antara Batam sebagai DPP dan desa-desa dimana Program COREMAP dilaksanakan sebagai daerah hinterland menjadi harmonis dan saling membutuhkan. Dengan demikian kehidupan masyarakat di kawasan sentara perikanan mirip dengan suasana kota karena sarana yang ada di kawasan tersebut tidak jauh berbeda dengan di kota.

Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan sentra perikanan bila memiliki sumberdaya lahan/perairan yang sesuai untuk mengembangkan komoditi perikanan, mempunyai produk unggulan, berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha dari produk unggulannya, memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis seperti pasar, lembaga keuangan, kelembagaan ditingkat nelayan, balai penyuluhan pertanian/perikanan, percobaan/pengkajian teknologi agribisnis untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah kawasan sentara perikanan dan aksesibilitas ke daerah lain yang
lancar.

Sebahagian besar persyaratan suatu kawasan sentra perikanan seperti telah disebutkan diatas, telah dimiliki oleh desa-desa yang dijadikan Lokasi Coremap II Kota Batam yaitu Kelurahan Galang Baru (Pulau Nguan dan Sembur), Kelurahan Karas (Pulau Karas dan Mubut) dan Kelurahan Pulau Abang (Pulau Abang Besar, Air Saga dan Pulau Petong). Namun demikian kondisinya baik secara kuantitas maupun kualitasnya belum banyak diketahui secara ilmiah. Melalui studi ini akan diungkap berbagai aspek seperti jumlah produksi dan jenis komoditi unggulan, kebijakan apa yang harus dilakukan dan skala prioritas kegiatan yang harus dilakukan sehingga lokasi COREMAP II dapat dijadikan sebagai sentra perikanan.
 
Kesimpulan

Dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
  1. Kegiatan perikanan di seluruh lokasi program Coremap masih didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap dengan menggunakan berbagai macam alat tradisional, dan penggunaan setiap jenis alat sangat tergantung dengan musim angin (utara, timur, selatan dan barat).
  2. Produksi perikanan tertinggi adalah ikan teri yaitu mencapai 306.000 kgbasah atau lebih kurang 37.500 kg kering/tahun (8:1). Sedangkan produksi ikan terendah adalah Lobster 1.040 kg/tahun. Kemudian selain ikan tersebut jenis komoditi perikanan yang dominan adalah ikan tamban, kepiting, rajungan, tenggiri, selar, cumi-cumi, dingkis, ikan delah dan ikan karang (kakap dan kerapu)
  3. Komoditi unggulan yang ada di Pulau Nguan secara berurut adalah ikan karang kerapu (354), udang kara (338), ikan tenggiri (176), rajungan (169), cumi-cumi (107), dingkis (100) dan ikan delah (50).
  4. Komoditi unggulan di Pulau Sembur yang utama adalah budidaya ikan (ikan kerapu macan dan sunu) dengan nilai (548), kemudian ikan karang kerapu hasil tangkapan (347), kepiting bakau (373), Rajungan (354), Tamban (282), cumi-cumi (100) dan ikan delah (46).
  5. Di Pulau Karas komoditi unggulan urutan teratas adalah ikan tamban belah kering dengan nilai (641), kemudian diikuti oleh ikan kerapu sunu (354), tenggiri (198), rajungan (169) dan diikuti oleh ikan-ikan lain seperti ikan hiu, pari, selar dan selikur dengan nilai masing-masing (144). Kemudian baru diikuti oleh cumi-cumi (133) dan dingkis (85).
  6. Komoditi unggulan prioritas utama di Pulau Mubut adalah ikan teri dengan nilai (466), kemudian diikuti oleh ikan kerapu (347), rajungan (179), udang dan dingkis masing-masing dengan nilai (100).
  7. Komoditi unggulan di Pulau Abang yang utama adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (172), cumi-cumi dan dingkis masing-masing dengan nilai (152) dan terakhir ikan delah (20).
  8. Komoditi unggulan di Pulau Petong yang utama adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (165), cumi-cumi (114), dingkis (100) terakhir ikan delah (20).
  9. Jenis komoditi unggulan di Air Saga adalah ikan kerapu sunu dengan nilai (354), kemudian udang kara (338), tenggiri (179), rajungan (165), cumicumi (107) dan dingkis dengan nilai (100).
  10. Beberapa permasalahan yang dihadapi untuk mengembangkan komoditi unggulan/sentra perikanan antara lain adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, sarana prasarana produksi yang belum memadai, rusaknya ekosistem pantai terutama terumbu karang, lemahnya akses terhadap permodalan dan pasar dan masih lemahnya kelembagaan yang ada.
  11. Untuk mengembangkan sentra perikanan yang berbasiskan masing-masing komoditi unggulan tersebut dibutuhkan berbagai program seperti pemberdayaan kelompok sasaran, peningkatan sarana prasarana produksi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan kelembagaan di tingkat masyarakat, penguatan kelembagaan pasar dan keuangan, penguatan kelembagaan pembelajaran dan kelembagaan pengelolan sentra perikanan.