
Kabupaten Bintan merupakan salah satu daerah tujuan wisata bahari di Provinsi Kepulauan Riau. Kawasan wisata utamanya adalah Lagoi, Pantai Sakerah, Pantai Trikora, selain itu terdapat pula pengembangan lokasi wisata di Pulau Nikoi dan Pulau Mapur dan kawasan wisata lainnya di sepanjang pantai Pulau Bintan bagian Timur. Andalan daya tarik wisatanya berupa ketenangan dan keindahan panorama pantai yang berpasir putih dengan perairan laut yang jernih serta keanekaragaman kehidupan bawah laut yang mempesona. Perkembangan sarana dan prasarana wisata terlihat dari deretan villa ataupun resor wisata di sepanjang pantainya. Selain itu, kekayaan sumberdaya hayati pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Bintan dapat berpotensi menjadi daya tarik wisata bahari. Sumberdaya tersebut meliputi ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang, dan daerah peneluran penyu (PPSPL UMRAH-CRITC LIPI 2010).
Pemanfaat terbesar jasa pariwisata saat ini adalah para investor yang bermodal besar, walaupun ada sebagian masyarakat yang membentuk kelompok usaha wisata. tetapi sebagian besar dari mereka masih merasa sebagai penonton. Ada persepsi bahwa pengusaha wisata hanya mementingkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan tidak pernah melibatkan masyarakat sekitarnya. Selain itu, masyarakat merasa masih kurangnya peran pemerintah daerah secara terpadu dalam memfasilitasi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, hal ini memunculkan konflik pemanfaatan jasa lingkungan antara pelaku usaha wisata dengan masyarakat.
Namun jika pengelolaan pariwisata dilakukan secara bijak dan tepat, bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan, dengan keterlibatan masyarakat ternyata dapat menambah penghasilan serta mendorong masyarakat lebih menjaga sumberdaya alam dan lingkungannya.
Kondisi ini menjadikan pariwisata memberi peluang manfaat bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan pelestarian alam. Bentuk pariwisata yang dapat memenuhi hal tersebut adalah kegiatan ekowisata.
Ekowisata yang tepat untuk dikembangkan di Kabupaten Bintan adalah Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat. Secara umum, ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual (Depbudpar-WWF-Indonesia 2009).
Namun dalam rangka pengembangan ekowisata bahari berbasis masyarakat di Kabupaten Bintan, perlu memperhatikan aspek kemampuan masyarakat, ketertarikan wisatawan, dan aspek lingkungan yang dapat uraikan dalam pertanyaan permasalahan:
- Apa yang diinginkan dan mampu dikerjakan oleh masyarakat?
- Apa yang diinginkan dan diminta oleh wisatawan?
- Apakah ekowisata bahari tersebut layak sebagai mata pencaharian alternatif bagi masyarakat dan ramah lingkungan?
Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan kajian potensi ekowisata bahari yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bintan dan menjadikannya sebagai nilai tambah ekonomi masyarakat melalui Mata Pencaharian Alternatif (MPA), sekaligus menjadi bagian upaya pelestarian sumberdaya pesisir dan lautan.
Penelitian ini dilaksanakan selama lebih kurang 3 (tiga) bulan, mulai dari Bulan Juni sampai September 2010. Lokasi penelitian pada kegiatan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kategori 1) kawasan wisata open acces (public) meliputi kawasan wisata Pantai Trikora dan sekitarnya; Desa Malang Rapat, Teluk Bakau, Kawal. 2) kawasan wisata yang belum berkembang meliputi Desa Mapur dan 3) Kawasan wisata yang telah berkembang yakni kawasan Resort Wisata Logoi dan sekitarnya.
Metode pengambilan data dilakukan dengan pendekatan survey, wawancara terstruktur (quisioner) dan non struktur (wawancara bebas mendalam) serta melalui Kelompok Diskusi Terfokus (Focus Group Disscussion / FGD).
Pemilihan sampling untuk wawancara dilakukan dengan pendekatan purposive sampling, yaitu pengambilan sampling pada lokasi terpilih, dengan menggunakan kuesioner untuk menggali informasi latar belakang sosial responden kemudian diteruskan ke pertanyaan yang berkaitan langsung dengan informasi obyek dan kegiatan ekowisata. Rancangan kuesioner ditujukan untuk responden masyarakat dan wisatawan. Khusus wisatawan asing, kuesioner xi | P a g e dibuat dalam bahasa Inggris. Responden penelitian ini terdiri dari masyarakat pesisir dan nelayan, wisatawan dan pelaku usaha wisata.
Analisis data dilakukan dengan metode Willingness to Accept (WTA) dan Willlingness to Pay (WTP). WTA adalah konsep penilaian sumberdaya non pasar dengan mengukur jumlah minimum pendapatan seseorang untuk menerima penurunan sesuatu (Fauzi 2004). WTP adalah konsep penilaian sumberdaya non pasar dengan mengukur jumlah maksimum seseorang yang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. (Fauzi 2004).
Informasi nilai WTA dan WTP dalam penelitian ini diperoleh dengan metode Contingent Valuation Method (CVM). Metode ini adalah salah satu metode berbasis survei untuk mengestimasi seberapa besar penilaian seorang/ masyarakat terhadap barang, jasa, dan kenyamanan. Metode ini banyak digunakan untuk mengestimasi nilai sesuatu yang tidak (atau belum) diperjualbelikan di pasar (Patunru 2004).
B. HASIL
- Hasil identifikasi dan inventarisasi, terdapat 62 potensi obyek dan kegiatan ekowisata bahari di Kabupaten Bintan, yang dapat dijadikan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat.
- Ekowisata bahari berpotensi sebagai mata pencaharian alternatif masyarakat Kabupaten Bintan karena: masyarakat mempunyai pengetahuan lokal yang luas dan terperinci mengenai kondisi lingkungan dan sumberdaya pesisir dan laut bahari yang berpotensi dijadikan obyek dan kegiatan ekowisata bahari di daerah sekitar mereka masyarakat mampu dan bersedia menjadikan ekowisata sebagai bidang usaha dan mata pencaharian alternatif mereka memberdayakan masyarakat tempatan, mengandalkan sumberdaya lokal berupa sarana penunjang yang relatif murah, tersedia, dan mudah dilakukan masyarakat tempatan memberi nilai tambah ekonomi sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
- Obyek dan kegiatan ekowisata bahari yang ditawarkan masyarakat Kabupaten Bintan sesuai dengan yang diinginkan wisatawan dimana wisatawan nusantara ataupun wisatawan mancanegara tertarik dan bersedia membayar 22 obyek dan kegiatan obyek dan kegiatan ekowisata bahari yang ditawarkan masyarakat.
- Potensi ekowisata bahari di Kabupaten Bintan terbukti bersifat ramah lingkungan sehingga dapat mendukung pelestarian sumberdaya hayati laut tanpa harus menimbulkan konflik di masyarakat dimana terdapat 43 obyek dan kegiatan ekowisata bahari yang layak ramah lingkungan baik secara ekologi maupun sosial-budaya.
- Terdapat 13 obyek dan kegiatan ekowisata bahari yang layak usaha dengan rata-rata kesediaan membayar wisatawan adalah 1,35 kali lipat dengan ratarata imbalan yang diminta masyarakat.
- Kontribusi kunjungan wisatawan manca negara terhadap potensi ekonomi ekowisata di Kabupaten Bintan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 109,741,621,510,- dengan kecenderungan mengalami kenaikan sebesar 21,57 % pada tahun 2015 atau sebesar Rp. 133,412,668,733,-
- Nilai tambah ekonomi yang diberikan ekowisata bahari di Kabupaten Bintan dapat menjadi sumber alternatif pembiayaan pengelolaan konservasi di Kabupaten Bintan
- Obyek dan kegiatan ekowisata bahari prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Bintan karena layak dari sisi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya adalah:
- Menyusuri sungai berhutan bakau
- Menyusuri hutan
- Berkeliling dengan sepeda motor
- Berkunjung ke pulau dengan pompong
- Menikmati buah kelapa muda
- Penyewaan sepeda motor
- Penyewaan snorkling
- Menginap di rumah tinggal orang kampung
- Berkunjung ke Situs Pra Sejarah Bukit Kerang
- Hidangan makanan laut
- Menyaksikan hutan bakau di pulau
- Menyusuri pantai untuk menyaksikan biota pantai
- Snorkling di areal terumbu karang
- Memancing di laut dengan pompong
- Penyewaan scuba diving
- Sewa sampan.
- Isu dan permasalahan pengembangan ekowisata bahari di Kabupaten Bintan terdiri dari :
- Isu Ketidakharmonisan Hubungan antara Masyarakat dan Pengusaha Pariwisata.
- Kurangnya Pembinaan dan Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat oleh Pemerintah Daerah
- Isu Privatiasasi Lahan Pantai yang seharusnya merupakan open acces
- Usulan strategi pengembangan ekowisata bahari adalah sbb :
- Perlu dibentuk Lembaga Koordinasi Ekowisata di tingkat Kabupaten. Lembaga ini berdasarkan pada Surat Keputusan Bupati Bintan. Hal ini sesuai dengan instruksi Permendagri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah.
- Menyusun Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RPKD) bidang pariwisata secara terpadu dan berbasis masyarakat. RKPD ini berisi dokumen Rencana Pengelolaan, Rencana Zonasi dan Rencana Aksi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. RKPD yang disusun akan menjadi acuan dalam setiap proses pengembangan ekowisata dan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
- Penguatan dan pembinaan kelembagaan kelompok masyarakat di tingkat desa sebagai pilar pengelola ekowisata di level terbawah/ lapangan. Untuk tahap awal kelembagaan yang telah ada diberdayakan dan dibina agar lebih optimal, jika pendekatan ini berjalan efektif bukan tidak mungkin model ini akan menjamur atau diadopsi oleh tempat-tempat lain atau dapat dengan sengaja dikembangkan di daerah lain yang memiliki karakteristik dan potensi ekowisata yang diminati oleh wisatawan.
- Penyusunan paket-paket wisata bahari berbasis masyarakat dan melakukan pembinaan, pendampingan kepada kelompok masyarakat di tingkat desa.
- Melakukan kerjasama dengan jejaring ekowisata yang ada di tingkat nasional maupun internasional, biro perjalanan/travelling dan pelaku wisata swasta, sehingga pemasaran potensi obyek ekowisata masyarakat yang pada saat ini masih sangat tergantung pada wisatawan lokal dapat meningkat melalui hubungan kerjasama dengan jejaring ekowisata.